PENGARUH PRAKERIN TERHADAP SIKAP WIRAUSAHA
SISWA
PENDAHULUAN
Peraturan Pemerintah No 29
tahun 1990, pasal 3 ayat 2, berupa tujuan: Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
terutama menyiapkan tamatan untuk (a) memasuki lapangan kerja serta dapat
mengembangkan sikap profesional dalam lingkup keahlian bisnis dan manajemen; (b)
mampu memilih karir, mampu berkompetisi dan mampu mengembangkan diri dalam
lingkup bisnis dan manajemen; (c) menjadi tenaga kerja tingkat menengah untuk
mengisi kebutuhan dunia usaha dan industri pada saat ini maupun masa yang akan
datang dalam lingkup Bisnis dan manajemen; dan (d) menjadi warga negara yang
produktif, adaptif dan kreatif. Dengan demikian siswa SMK sengaja dipersiapkan
kelak untuk memasuki lapangan pekerjaan baik melalui jenjang karier menjadi
tenaga kerja di tingkat menengah maupun menjadi mandiri, berusaha sendiri atau
kewiraswastaan. Untuk itu siswa SMK perlu dibekali dengan
keterampilan-keterampilan yang mengarah pada keterampilan kerja dan mandiri
(berwiraswasta).
SMK sebagai bentuk satuan
penyelenggara dari pendidikan menengah kejuruan yang berada di bawah Direktorat
Pembinaan Sekolah Kejuruan, merupakan lembaga pendidikan yang berorientasi pada
pembentukan kecakapan hidup, yaitu melatih peserta didik untuk menguasai
keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja (termasuk dunia bisnis dan
industri), memberikan pendidikan tentang kewirausahaan, serta membentuk
kecakapan hidup (life skill). Murid di SMK lebih ditekankan untuk
melakukan praktik sehingga mereka berpengalaman dan mantap untuk langsung
memasuki dunia kerja, tetapi ini tidak menutup kemungkinan para lulusan SMK
untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.Selain itu saat
ini banyak SMK yang bertaraf internasional untuk menghadapi persaingan di era
globalisasi (Doni Muhardiansyah, dkk, 2010:6).
Oleh karena itu,
dunia pendidikan dan pengajaran di tingkat kejuruan hendaknya mulai didekatkan
dengan dunia bisnis, dunia industri dan dunia kerja di lapangan secara
terpadu.Apa yang telah dirintis dalam dunia kejuruan diharapkan mampu menjadi
warna dasar kemampuan tingkat menengah di masyarakat secara luas. Tamatan SMK
sebenarnya bisa dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja level
menengah.Pemerintah berusaha menggarap persiapan siswa SMK untuk bersaing dalam
pasar tenaga kerja global melalui program praktik kerja industri di luar
negeri. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) didirikan untuk menciptakan sumber daya
manusia yang siap bekerja serta mampu menciptakan pekerjaan sesuai dengan 4
keterampilan dan bakat yang dimilikinya. Namun kenyataan di lapangan
menunjukkan banyak siswa yang belum siap untuk berwirausaha, sebagian yang lain
memilih bekerja dengan orang lain dan hanya sedikit yang memutuskan membuka
usaha sendiri (Tony Wijaya dalam Hartini 2002).
Ada beberapa
penyebab siswa SMK banyak yang kurang siap membuka usaha sendiri setelah lulus,
diantaranya masih banyak menemukan kendala dilapangan antara lain kurangnya
pengetahuan dalam berwirausaha, permodalan, rendahnya motivasi, minimnya
fasilitas dan sarana praktek kewirausahaan disekolah yang dikelola secara
profesional sebagai tempat untuk melatih dan mendekatkan siswa pada kondisi
yang sebenarnya, serta kurangnya dukungan keluarga dan pengalaman yang
dimiliki.
Tidak
siapnya siswa dalam berwirausaha disebabkan karena pengalaman praktik industri
yang mereka miliki masih kurang. Salah satu penyebabnya adalah: (1) instruktur
di industri belum disiapkan untuk membimbing siswa dalam pelaksanaan PSG; (2)
kebanyakan instruktur di industri berijazah SLTA , hanya sebahagian kecil
instruktur yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi sehingga pembimbingan
tidak efektif; (3) kesiplinan siswa rendah, kemungkinan disebabkan karena
persiapan siswa untuk terjun ke PSG masing kurang; (4) latihan kerja masih
dirasa kurang efektif, disebabkan karena keterbatasan alat, bahan dan
kelengkapan kerja; (5) industri besar dan menengah merasa terbebani dengan
kehadiran siswa, disebabkan karena siswa kurang siap latih; (6) industri besar
dan menengah mensyaratkan asuransi bagi siswa yang melakukan praktikum, pihak
industri tidak mau mengambil risiko adanya kecelakaan fatal yang terjadi selama
melaksanakan praktikum industri. Sedangkan pihak sekolah belum menyiapkan
(Djoko dalam Soenarto, 2003:18)
Prosser dan
Snedden dalam Soenarto (2003:29) mengatakan “pendidikan kejuruan akan efektif
jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam menerapkan
pengetahuan dan keterampilan kerja”.Dari pernyataan tersebut dapat diartikan
bahwa guru pengajar harus mempunyai pengalaman dan keahlian dalam bidangnya
karena guru sebagai aktor sebagai variabel penentu keberhasilan pendidikan
kejuruan dalam memenuhi misinya menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, nilai, sikap dan wawasan untuk masuk ke dunia kerja. 5
Menurut pendapat Brown dalam Wardaya (2005) bahwa pelaksanaan pembelajaran
kewirausahaan yang diajarkan di sekolah, selama ini baru memperkenalkan konsep
teori kewirausahaan, sebenarnya dalam proses pengajaran kewirausahaan harus
diberikan keterampilan-keterampilan luas melalui pembentukan dan pengembangan
pribadi dan mengasah kemampuan untuk membuat perencanaan yang inovatif peserta
didik.
Faktor lain yang
menentukan berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar adalah motivasi
belajar. Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak
di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar (Sardiman, 2006:74).Kebanyakan siswa di SMK
kurang termotivasi untuk belajar kewirausahaan, padahal materi diklat
kewirausahaan adalah sebagai bekal dasar untuk berwirausaha (Akhimelita, 2009).
Teori kebutuhan
berprestasi dari McCelland disebut pula sebagai teori kebutuhan yang dipelajari
(Learned Theory), hal ini disebabkan karena dominasi masing-masing kebutuhan
(kebutuhan berprestasi-nAch, kebutuhan berafiliasi-nAff, dan kebutuhan
kekuasaan-nPow) sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan individu akan
mempelajari kebutuhan yang sesuai dengan lingkungan tersebut. (Mery Citra,
2009).Selama ini lingkungan sekolah kurang mendukung untuk tumbuh dan
berkembangnya kebutuhan untuk berprestasi.(Akhimelita, 2009).
Pra observasi yang
peneliti lakukan di kota Barabai, dapat diperoleh gambaran bahwa masih banyak
lulusan SMKN yang bekerja tidak sesuai dengan keterampilan atau disiplin ilmu
yang mereka miliki, seperti ada yang bekerja sebagai sales, polisi, tentara dan
ada juga yang bekerja sebagai sopir dan lain-lain yang kesemuanya jauh dari
kenyataan yang mereka pelajari. Kebanyakan dari siswa tidak mempunyai modal dan
keberanian dalam berwirausaha serta tidak mempunyai gambaran yang jelas tentang
bagaimana cara berwirausaha. Mereka lebih suka bekerja dengan orang lain dari
pada mengambil resiko, walaupun pada posisi sebagai sales, bekerja di toko atau
bengkel.
Dari beberapa
uraian di atas serta hasil observasi yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan
bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kesiapan siswa untuk
berwirausaha. Oleh karena itu peneliti terpanggil dan berkeinginan untuk
melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan
berwirausaha siswa SMKN Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan
Selatan”
LANDASAN TEORI 6
A. Pendidikan
Menengah Kejuruan
Pendidikan
kejuruan yang dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap
memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional di bidang
kejuruan.Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang
produktif yang mampu bekerja menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan
untuk menghadapi persaingan kerja.Kehadiran SMK sekarang ini semakin didambakan
masyarakat; khususnya masyarakat yang berkecimpung langsung dalam dunia
kerja.Dengan catatan, bahwa lulusan pendidikan kejuruan memang mempunyai
kualifikasi sebagai (calon) tenaga kerja yang memiliki keterampilan vokasional
tertentu sesuai dengan bidang keahliannya. Kaitannya dengan pendidikan
kejuruan, Clarke & Winch (2007:62) menyatakan bahwa “vocational
education is about the social development of labour, about nurturing, advancing
and reproducting particular qualities of labour to improve the productive
capacity of society”, secara bebas dapat diartikan, pendidikan kejuruan
merupakan upaya pengembangan sosial ketenagakerjaan, pemeliharaan, percepatan
dan peningkatan kualitas tenaga kerja terttentu dalam rangka peningkatan
produktivitas masyarakat.
Henry Thompson
dalam Berg (2002:45) menjelaskan tentang pendidikan kejuruan sebagai berikut:
Vocational
education is “learning how to work”, ….vocational education has been an effort
to improve technical competence and to raise an individual’s position in
society through mastering his environment with technology. Additionally,
vocational education is geared on the needs of the job market and thus is often
seen as contributing to national economic strength.
Berg berpendapat
bahwa pendidikan kejuruan itu identik dengan belajar bagaimana untuk bekerja,
pendidikan kejuruan berupaya bagaimana untuk meningkatkan kompetensi teknik dan
kompetensi seseorang dilingkungannya melalui penguasaan teknologi dan
pendidikan kejuruan berkaintan erat dengan kebutuhan pasar kerja, oleh karena
itu sering dipandang sebagai sesuatu yang memberikan konstribusi yang kuat
terhadap ekonomi nasional.
Sanders dan
Stevention dalam Favlova (2009:5) mengemukakan pendapat tentang pendidikan
kejuruan sebagai berikut: 7
….conceptualisme of vocational education are related to skill in
using tools and machines, vocational educations in indentified a number of
dichotomies in these underlying assumptions. These include versus
practical/functional knowledge, conceptual understanding versus proficiency in
skills, creative abilities versus reproductive abilities, ratio intellectual
skills versus physical skills, preparations for life versus preparations for
work.
Pendapat di atas
dapat diartikan bahwa pendidikan kejuruan berkaitan dengan keterampilan
menggunakan alat dan mesin, pendidikan kejuruan diidentifikasikan pada asumsi
dikotomi yaitu pendidikan umum lawan pengetahuan khusus, teori lawan praktik,
konsep lawan keterampilan, intelektual lawan fisik, dan persiapan untuk
kehidupan lawan persiapan untuk bekerja.
Upaya untuk
mencapai kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan tuntutan dunia
kerja tersebut, perlu didasari dengan kurikulum yang dirancang dan dikembangkan
dengan prinsip kesesuaian dengan kebutuhan stakeholders.Kurikulum
pendidikan kejuruan secara spesifik memiliki karakter yang mengarah kepada
pembentukan kecakapan lulusan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan
tertentu.Kecakapan tersebut telah diakomodasi dalam kurikulum SMK yang meliputi
kelompok Normatif, Adaptif dan kelompok Produktif.
D. Pengalaman Praktek Industri
Menurut Wardiman (1998:79) Pendidikan sistem ganda adalah suatu
bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang
memadukan secara sitematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan
program penguasaan keahlian yang diperoleh melalu bekerja langsung di dunia
kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.
Kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
yang dikembangkan untuk meningkatkan relevansi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
yaitu relevansi dengan kebutuhan pembangunan umumnya dan kebutuhan dunia kerja,
dunia usaha serta dunia industri khususnya. Beberapa prinsip yang 12
akan dipakai sebagai strategi dalam
kebijakan Link and Match diantaranya adalah model penyelenggaraan
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) (Sugihartono, 2009).
Menurut Wardiman (1998:79) tujuan penyelenggaraan Pendidikan
Sistem Ganda adalah:
1.
Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional (dengan tingkat
pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan
kerja.
2.
Memperkokoh “Link and Macth” antara sekolah dan dunia kerja.
3.
Meningkatkan efesiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang
berkualitas profesional.
4. Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja
sebagai bagian dari proses pendidikan.
Selanjutnya Wardiman (1998:80) menjelaskan bahwa pelaksanaan
pendidikan sistem ganda didukung oleh beberapa faktor yang menjadi komponennya,
antara lain institusi pasangan, program pendidikan dan pelatihan bersama,
kelembagaan kerjasama, nilai tambah dan jaminan keberlangsungan (sustainability),
antara lain: (1) institusi pasangan; (2) program pendidikan dan pelatihan
bersama; (3) sistem penilaian dan sertifikasi; (4) kelembagaan kerjasama; (5)
nilai tambah bagi sekolah; (6) jaminan keterlaksanaan.
Pengalaman kerja di DU/DI merupakan proses pembelajaran bagi siswa
untuk memperoleh keahlian, karena di lembaga pendidikan kompetensi utama yang
dipelajari lebih bersifat dasar dan umum, sementara di dunia kerja mereka akan
memperoleh keadaan nyata kehidupan dunia kerja. Pengalaman kerja tersebut yang
akan membentuk kompetensi yang relevan antara pengalaman belajar yang diperoleh
di lembaga pendidikan dengan pengalaman belajar di dunia industri (Nizwardi
Jalinus, 2011).
Menurut Anwar (2001) dilaksanakannya program prakerin di SMK tidak
hanya bermanfaat bagi siswa yang bersangkutan, tetapi juga bermanfaat bagi
sekolah dan industri tempat prakerin.Hasil belajar siswa selama prakerin
menjadi lebih berarti karena siswa melakukan secara langsung.Lulusan SMK ketika
masuk dunia kerja menjadi percaya diri karena sudah mengetahui lebih dahulu
kondisi industri secara nyata.
Konsep kemitraan sekolah dan
industri terutama dalam hal prakerin menurut Griffiths & Guile (2003:2) “… takes
into account four interrelated practices of learning through work experience :
acquiring theoretical knowledge, dialogic inquiry, boundary crossing and
resituating knowledge and skill”. Terdapat empat hal yang saling berkaitan
dalam 13
pembelajaran dengan model pengalaman kerja yaitu penggabungan
pengetahuan teori, pertanyaan dialog, lintas batas, dan perubahan pengetahuan
dan keterampilan.
Menurut
Oemar Hamalik (2011:29) pengalaman adalah sumber pengetahuan dan keterampilan
yang bersifat pendidikan dan terintegrasi dalam tujuan pendidikan. Pengalaman
diperoleh karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Dengan demikian pengalaman praktik industri
sangat membantu siswa SMK dalam meningkatkan kompetensinya baik secara
kognitif, psikomotor maupun afektif. Siswa akan lebih menguasai materi yang
diperoleh di sekolah apabila dipraktikkan pada situasi nyata. Keterampilan
kerja pun dapat lebih baik apabila siswa dilatih untuk mengerjakan sesuai
dengan kondisi nyata di dunia kerja.Dengan demikian pengalaman praktik industri
dapat membantu kesiapan berwirausaha siswa. 19
0,446 menunjukkan bahwa
semakin tinggi pengalaman praktik industri siswa, maka kesiapan berwirausahanya
juga semakin tinggi.
3. Terdapat pengaruh positif
antara motivasi berprestasi siswa terhadap kesiapan berwirausaha. Hal ini
dibuktikan dengan nilai t hitung 5,738 dan nilai signifikan (p) lebih kecil
dari 0,05 (0,000<0,05). Nilai positif pada koefisien regresi0,443
menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi berprestasi siswa, maka kesiapan
berwirausahanya juga semakin tinggi.
4. Terdapat pengaruh secara
bersama-sama antara pengetahuan kewirausahaan siswa, pengalaman praktik
industri siswa dan motivasi berprestasi siswa terhadap kesiapan berwirausaha
siswa. Hal ini dibuktikan dari nilai F hitung sebesar 95,418 dengan
signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai koefisien determinasi
(R2) sebesar 0,599 yang berarti pengetahuan kewirausahaan siswa, pengalaman
praktik industri siswa dan motivasi berprestasi siswa mempengaruhi kesiapan
berwirausaha siswa sebesar 59,9%. sedangkan sisanya 41,1% kesiapan berwirausaha
siswa dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akhimelita.(2010). Pengaruh
motivasi berprestasi dan prestasi belajar terhadap kesiapan berwirausaha.Tesis.Universitas
Pendidikan Indonesia.Diunduh pada tanggal 15 Januari
2010.http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=9
Anwar. (2001). Pelaksanaan
program pendidikan sistem ganda pada smk di kota Kendari. Diunduh pada
tanggal 15 Januari 2011 darihttp://www.Dediknas.go.id/jurnal/41/Anwar.htm
Atty,
S.S. (2006). Kewirausahaan untuk sekolah menengah kejuruan. Bandung:
Grafindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar